Senin, 11 Januari 2010

e-Gov dulu,skrg n msa dpan

dulu ketika ingin membuat KTP, pasti familiar dengan suara khas dari mesin tik. namun bukan karena hal tersebut maka akhirnya masyarakat enggan membuat ktp, tapi karena mungkin dari prosesnya yang makan waktu. Di mana setiap orang mengantri untuk mendapat gilirannya kepada petugas. Setelah bertatap muka dengan petugas pun, prosesnya belum selesai, masyarakat masih harus menunggu beberapa hari (bahkan berminggu-minggu, katanya). Sekarang, di mana dunia IT telah berusia beberapa puluh tahun, terkesan untuk membuat KTP pun di sejumlah (atau masih semua?) daerah masih terlihat manual. Yang menjadi perbedaan mungkin, hanyalah fasilitasnya saja, sudah tidak perlu tak-tik lagi tinggal klak-klik saja. Mungkin suatu saat tidaklah aneh lagi bila terdapat seseorang berdiri di depan mesin, di mana setelah beberapa menit keluarlah KTP-nya lengkap dengan SIN (Serial Identification Number). Akankah...?

Mengapa dunia TI itu sangat menarik

Menariknya dunia IT? Mungkin karena IT merupakan suatu bidang yang selalu membuat penasaran masyarakat, entah mereka yang berkecimpung di dalamnya atau pun tidak. Dan kalaupun, rasa penasaran itu telah terobati setelah dikuasai, tidak lama lagi rasa penasaran itu akan kembali lagi, mengingat perubahan di dunia IT selalu ada saja yang baru. Belum lagi ke-prestige-an seseorang yang menguasai suatu bidang dalam dunia IT, terbayang mungkin perasaannya ketika bagaimana wah-nya cara masyarakat memandang ke arahnya ketika ia melek IT lebih dulu dari yang lain.

Minggu, 27 Desember 2009

HARAPAN SIN DI INDONESIA JADI APA ...?

Teknologi Informasi (katanya) salah satu manfaatnya adalah untuk memudahkan hidup manusia. SIN nantinya diharapkan dapat mewujudkan hal tersebut. SIN -Singkatan dari Serial Identification Number- bisa dikatakan sebagai alternatif pengganti KTP. Namun, perbedaan signifikannya adalah SIN tersimpan dalam suatu/sebuah pusat bank data. Sehingga, hampir mustahil bagi seseorang memiliki nomor SIN ganda / lebih dari satu. Memang pengimplementasiannya sulit, tapi kalau untuk, demi, bagi dan buat kepentingan masyarakat Indonesia, tunggu apa lagi? Ibaratnya, mi instan yang katanya super cepat dan mudah saja masih butuh 3 menit untuk direbus (belum termasuk waktu "ngambil air", "ngaduk mi-nya", dll). Sehingga, suatu saat, mungkin tidak akan pernah ada lagi kakek atau nenek yang bercerita pengalamannya tentang susahnya mudik dulu. Tidak perlu ada lagi yang namanya "ngantri beli tiket" ataupun "nginap di stasiun". Tinggal mengemas barang-barang yang perlu, masuk ke stasiun, pelabuhan atau pun bandara, dan... ya sudah, selesai, tamat, titik, finish, end of story, zai jian, sayonara,

PENTINGNYA DATA

Apa bedanya data dengan informasi? Sewaktu ada seorang teman kuliah yang emngatakan bahwa soal UAS untuk mata kuliah KoMas (Komputer & Masyarakat) nanti akan keluar sebanyak 9 soal , itulah yang disebut informasi (dan berharga tentunya). Lalu, kalau seandainya ada senior-senior yang masih ingat soal UAS KoMas 2 tahun kemarin, itu baru namanya data. Mungkn sekarang ada yang berpikir "terus pa'an?" atau "so what?". Coba bagaimana jika Saya dengan giatnya bertanya pada senior tentang soal-soal yang masih ingat, mungkin Saya dapat memprediksikan soal-soal UAS Komas nanti. Yang akhirnya menghasilkan informasi. Informasi memang berharga, tapi di saat sejauh mata memandang hanya data yang berkeliaran, bukan tidak mungkin banyak informasi yang bisa dihasilkan (tentunya setelah datanya diolah, jangan berharap informasi langsung muncuk begitu saja dimana ada data lagi kumpul kebo). Jadi masih berpikir data tidak penting?

Senin, 07 Desember 2009

Akreditasi

Akreditasi walaupun penting, tidak selamanya berarti menjadi patokan / tolok ukur kualitas seorang mahasiswa. Hal pertama yang terlintas di pikiran Saya adalah bagaimana profesionalitas Saya dapat digunakan untuk mengembangkan keahlian pribadi diri sendiri. Ibarat peribahasa yang sudah bosan didengar, "Sambil menyelam minum air", selagi Saya menambah daftar portfolio Saya (entah itu dengan mencari pengalaman di dunia kerja ataupun mengikuti pelatihan / program sertifikasi) ya... hitung-hitung sekalian menunggu proses matangnya nilai akreditasi. Karena sebetulnya (menurut Saya) adalah bukan bagaimana kita memanfaatkan akreditas untuk berkarir, melainkan bagaimana caranya kita dapat mengembangkan diri kita secara kualitas, di dunia kerja yang pada akhirnya secara langsung ataupun tidak langsung, membuktikan kebenaran suatu nilai akreditasi itu sendiri.

Minggu, 08 November 2009

Tentang UU ITE yang Sekarag

Undand-undang ITE mernurut saya merupakan suatu kebijakan yang wajar, karena adanya UU ini merupakan suatu dari harapan semua pihak yang dirugikan , walaupun semua tidak

UU ITE yang mengatur masalah denda dan hukuman, yakni pasal 27 dan 45 tidak sinkron dengan KUHP. masa di KUHP diatur hukuman kurungan maksimal 9 bulan penjara atau denda tiga ratus rupiah, sedang di UU ITE hukuman kurungan paling lama 6 tahun penjara atau denda maksimum 1 milyar rupiah. Disparitas hukuman dan wewenang yang saling tumpang-tindih, menggambarkan karut-marutnya representasi rakyat dan peradilan kita, lantaran kepentingan sesaat-partisan diunggulkan daripada kebutuhan rakyat.

yang saya tangkap:
-orang yang dengan sengaja dan tanpa ijin melakukan segala tindakan kejahatan di internet (terutama masalah transaksi elektronik di internet) akan dikenakan hukuman dan denda sampai miliaran rupiah

apakah penetrasi termasuk di uu ini?
gimana kabar hacker white/red hat indonesia yang lemah dalam hukum?
bagaimana cerita-cerita indah mereka?


(cerita tentang para pembobol sistem, yang tidak merusak sistem. mereka hanya mencoba masuk sistem untuk mengetes keamanan sistem. jika berasil masuk, mereka akan mengirim pesan ke admin sistem --wuih... baik banget...)

justru saya rasa hacker2 jadi merasa lebih tertantang kayaknya yah?
(saya bukan pro hackernya 100% loh. cuman 50%... :D)

jadi kesimpulannya , adanya UU ini
mestinya setelah ada UU tentang
organisasi Cyber Police (supaya punya kekuatan dalam hukum)
dan Tim Cyber Police itu sendiri...

lagian,

kenapa seorang Profesor Onno W. Purbo
jika membuat suatu tulisan tentang jaringan dan keamanan
selalu memberi tutorial dari dua sisi
1. dari sisi jika kita seorang network administrator (yang punya rumah)
2. dari sisi jika kita seorang attacker (malingnya)

yah.. makin bingung nih...
tapi mungkin adanya UU ini bisa mengurangi ancaman kejahatan
di dunia cyber. jadi bagus juga sih... hehe.. (plin-plan)

Senin, 26 Oktober 2009

Masalah Hak Cipta dan Pembajakan

Pembajakan memang merupakan suatu hal yang sangat sulit diatasi, atau pun mungkin memang tidak akan pernah bisa diberantas. Bagaimana tidak? harganya yang murah, dan hampir menyerupai (bukan hampir lagi, tapi memang benar-benar) seperti aslinya yang akhirnya membuat konsumen berkhianat dari produk yang orisinil/asli. Kalau sudah begini, putar otak pun rasanya sudah tidak cukup lagi bagi pemerintah agar mendapat wahyu untuk memberantas arus penyebarannya. Pendapatan negara jugalah yang akhirnya menjadi korban. Walaupun cukup berpengaruh, faktor kesejahteraan belum tentu dapat dijadikan patokan sebagai khasiat panjang umurnya produk-produk bajakan. Perlu ditanamkannya pendidikan moral yang ketat sejak dini seperti pentingnya kepercayaan diri agar generasi muda tidak menjiplak hasil karya orang lain. Jika seandainya diperlukan, suatu saat sekolah bisa saja memiliki mata pelajaran tentang HAKI sejak Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Pertama (SMP), ataupun Sekolah Dasar (SD). Agar generasi muda dapat lebih dan terus selalu menghargai hasil karya orang lain entah apapun bentuk karyanya itu. Karena nantinya, generasi muda yang akan melanjutkan pr-pr bangsa ini nantinya.